“ Hallo?”
Akhirnya aku mendengar suara ini
lagi. Kau tau, betapa aku merindukan suara ini? Aku sangat merindu dengan suara
bernada alto ini.
“Hallo? “
Aku tersentak dari pemikiranku.
“Hallo, ini… Marwah?” sahutku
memastikan.
“ya….” Dia membalasku.
Tiba-tiba aku terdiam. Aku bertanya
pada diriku, apa suaraku berubah hingga
ia tidak mengenaliku?
“Ada apa ya?” Dia bertanya padaku
dengan raut wajah yang bias kubayangkan.
“ini Danisha” kataku dengan nada
datar.
Sesaat, suasananya menjadi hening.
Ia tak berkata apa-apa,sedangkan aku hanya terdiam di meja belajarku sambil
memegang smartphoneku. Namun tak lama aku mendengar isak tangis yang
sangat pelan.,walaupun suara itu berusaha untuk ditutup-tutupi olehnya.
“Tuuut..tutt..”Panggilan ponselnya
terputus.
Aku hanya bisa memandangi layar smartphoneku dengan air mata yang menggenang di pelupuk
mata. Aku terhanyut dengan suasana selama dua menit itu. Dua menit yang
membuatku bisa mendengar suara bicaranya lagi, membayangkan wajahnya dan
mendengar isak tangisnya.
Nada panggil telepon
menghentakkanku .
sumber: sleeping at last
“Danisha.. apa kabar?”
“Baik..” aku dengan sumringahnya
menjawab pertanyaan Marwah.
Aku baru sadar jika perasaanku pada sahabatku
tidak pernah luntur hingga saat ini. Masih sama seperti dahulu kala.
“Maaf ya Nis.. tadi aku dipanggil Ayah
jadinya nutup teleponnya”
Bibirku melebar .
“Enggak berubah ya ,Mar. Masih sama
seperti yang dulu, masih saja”
Kurasa, disana ia sedang tersenyum
ciut mendengar perkataanku. Aku memang telah mengenalnya dengan sangat baik.
Dan tak ada yang terlewat sedikitpun dari ingatanku.
Ia senantiasa menutupi kesedihan
didepan sahabat-sahabatnya.meskipun kami tahu kondisinya, tetapi tetap saja dia
tak perduli itu.
“Nis….”
Suaranya terdengar parau. Aku bisa
merasakan kalau ia sedang menahan tangisannya.
“Nis…rindu…”
Aku mendengar nadanya yang hampir
terputus karena menahan tangisannya. Air mataku tumpah dari pelupuk mata.
Mengalir pelan hingga bermuara di ujung dagu.
“Sama.. Mar”
“Semalam aku lihat Maria,Nis”
Aku sontak terkejut. Bagaimana bisa
Maria yang kukira akan pergi jauh dari negeri ini,tiba-tiba kembali?
“Semalam waktu aku baru balik dari
puncak…aku bersebrangan arah dengan dia yang lagi naik borneo Nis”
Aku masih mendengar suara Marwah
yang berusaha tegar.
“kupikir melihat Maria kemarin hanya masalah karunia
lima detik yang bisa kudapatkan dalam sisa hidupku, Nis,tapi ketika hari ini
aku dengar suara sahabatku dari telepon
ini. Aku merasa berbeda”
“aku mau balik Mar. aku mau ketemu
kalian semua “.
Aku menghapus air mataku sambil
beranjak kearah kasur.
“kalau gitu kita reuni yuk!” ajak
marwah yang tiba-tiba terdengar sumringah.
Ajakan Marwah membuatku tersenyum
lebar. Ini mungkin reuni pertama dengan
sahabat-sahabatku yang entah kemana saat ini.
“Cuma kita berdua?” tanyaku.
“Ya,enggak. Kita berempat atau
bertiga”
“tapi Widya?Mar..ia?”
Seketika suara Marwah terdiam. Ia
menghembuskan nafasnya dalam-dalam.
“Kalau Widya aku juga enggak tau
dia dimana? Dikontak bisa apa enggak? Tapi ,kenapa enggak dicoba, Nis? Aku Cuma
ingin sekali lagi ketemu sahabat-sahabatku,Nis. Aku enggak sanggup..jika tiap
hari nahan rindu Nis…”
Lagi-lagi, suaranya menjadi parau. Suasana sempat hening
lagi.
“Kalau Maria.. mungkin aku Cuma
bisa melihat wajahnya untuk lima detik semalam Nis”
“Yaudah nanti kalau aku udah
disana..kita cari Widya sama-sama ya, Mar”
Aku menenangkan dia dan juga
diriku. Kelumit masalah persahabatan ini memang juga belum selesai. Kukira
semua akan baik-baik saja setelah cukup lama tidak tahu kondisi masing-masing. Namun,
semuanya enggak berubah dengan waktu.
Entah sampai kapan kisah ini
menggantung . Masing-masing hanya coba berbicara dalam hati kalau semua
baik-baik saja, semua akan pulih dengan beranjaknya waktu. Toh, nyatanya semua tak seperti itu.
“Mar.. aku balik lusa..sampai
ketemu Marwah Adinda Putri”
“iya..hati-hati Danisha Mananta”
Tuut..Tuut.
(Danisha)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar