Pages

Sore yang hangat

Kalau waktu diputar ulang, di tiap putaran waktu, tempat itu akan bermetamorfosis dalam ingatanmu. Mulai dari ingatan yang serak sampai begitu tajam.

Mulanya, tempat itu jadi lahan bermain sepak bola. Abang bermain bola di sore hari ketika matahari terasa hangat. Ketika sinarnya jatuh di tangan.

Lalu, lahan itu dijadikan tanah warisan milik keluarga. Ditempati rerumputan. Seiring kamu tumbuh, rerumputan kian ramai. Ditebas lalu hidup kembali.

Ketika sore Ibu, adik, dan kamu minum teh ditemani desir angin dan pemandangan rumput yang kian lebat.

Sampai besar, kamu memandangi hal yang sama. Rerumputan, pohon kelor, pohon kelapa, dan setumpuk sampah di lahan itu, di belakang rumah.

Ketika  harus beranjak pergi cukup lama, segala hal tentang lahan dan kisah sore harinya berhenti dari kehidupanmu.

Empat tahun berlalu, ketika kembali ke rumah, banyak yang berubah. Termasuk lahan terbuka di belakang rumah. Rumah satu pintu dibangun diatasnya. Menyisakan sedikit tanah untuk rerumputan tumbuh. Pohon kelor dan kelapa sudah lenyap di tebang.

Tiga bulan setelahnya, kehadiran pohon kelor 120 cm di sisa lahan cukup mengejutkan.
Pertumbuhannya yang cepat tak pernah disadari.

Hari ini, ketika pohon itu tampak lebih gagah, matahari sore yang kamu pikir telah hilang muncul kembali dengan warna sinar yang sama. Yang menghangatkan.
Sinarnya jatuh di tembok rumah satu pintu itu.


Tigasajak

"Terkadang menulis membuat semuanya membaik".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar